1
Tanaman Hias
Cara
Ekspor
Tanaman Hias
Ekspor tanaman hias tak semudah yang dibayangkan.
Masing-masing negara menginginkan standar mutu
dan beragam persyaratan yang ketat. Melanggar sedikit
saja berarti siap menuai rugi. Misalnya, kasus kegagalan
3 eksportir Indonesia saat mengirim sanseviera ke Jepang
akibat tak lolos uji sanitasi di Jepang. Selain tanaman tidak
dibayar, mereka harus membayar biaya penyemprotan
pestisida.
2
Tanaman Hias
Kebersihan tanaman memang
syarat mutlak agar tanaman
lolos masuk negeri matahari
terbit itu. Selain sempurna penam
pilannya, tanaman harus bebas tanah,
hama, dan penyakit. Oleh karena itu,
Jepang melakukan penyemprotan
pestisida dosis tinggi untuk me
lindungi negaranya dari penularan
hama dan penyakit. Dampaknya,
hanya 40% tanaman yang
mampu bertahan.
S e p e r t i p e p a t a h
“Sudah jatuh tertimpa
tangga pula”, itulah yang
dialami eksportir. Selain
tanaman mati, separuh
b iaya penyem pro tan ,
sebesar Rp16.500.000
jadi tang gungan eksportir.
Bila menolak disemprot,
tanaman harus dibawa
pulang dengan b iaya
sendiri.
Jepang tidak main
main dengan peraturan
itu. Mereka mengawasi
secara ketat tanaman yang
masuk ke negaranya. Mula
mula kiriman di angkat dari
kardus. Debudebu dan
potongan akar yang tercecer
di dasar kardus dikumpulkan dan
diperiksa di laboratorium. Mereka
mencari tanah yang melekat di akar.
Bila belum ditemukan, akar dibakar
hingga jadi abu. Pasalnya, tanah
tahan pem bakaran dan tak berubah
jadi abu. Lolos dari pemeriksaan itu,
tanaman diambil secara acak untuk
diteliti inci demi inci. Begitu didapat
setitik tanah, tanaman tidak dibayar,
bahkan harus membayar denda.
Karena kasus seperti itu, banyak
“pemain” baru yang muncul, tetapi
tumbang lagi.
Dalam kasus lain, kerugian juga
dialami Eddy Suharry awal meng
ekspor agave ke Cina. Karena tidak
menggunakan kontainer berpen
dingin, 80% dari 5.000 tanaman
rusak. Eksportir di Meruya, Jakarta,
itu akhirnya harus menanggung rugi
sekitar Rp20juta.