Etika Bisnis Islam
Oleh: Achyar Eldine
Pendahuluan
“Ku kira coklat, nggak taunya broklat, perutku jadi kacau berat, nggak! nggak
momo lagi”. Demikian sebuah pernyataan yang diperankan oleh seorang anak bertubuh
tambun dalam sebuah iklan kudapan coklat bermerk “Gery Toya-Toya” produksi Garuda
Food, yang ditampilkan dalam iklan di berbagai televisi nasional. Sekilas iklan tersebut
biasa saja, namun sesungguhnya memuat pesan yang menyerang pesaingnya bernama
”Momogi” kudapan buatan perusahaan lain. Dilain pihak beberapa iklan di televisi
menampilkan produk toiletris seperti sabun mandi, atau perawatan kulit, yang secara
sengaja mengumbar kulit mulus wanita cantik, atau kita juga disuguhkan oleh iklan obat
sekali minum sembuh, padahal proses penyembuhan penyakit tidak sesederhana itu.
Tayangan sinetron di televisi nasional juga tidak lepas dari kritik penonton , demi rating
sebagian besar televisi menyiarkan film-film berbau sex, kekerasan, mistik, horor, dan
menampilkan kemewahan ekonomi yang sesungguhnya bukan merupakan kondisi riil
masyarakat kita. Apa yang dibahas di atas merupakan gambaran betapa sebagian orang
atau organisasi melakukan berbagai cara untuk menjual produknya baik dengan cara
menyerang pesaingnya, mengumbar aurat atau melakukan kebohongan publik. Apakah
bisnis merupakan profesi etis? Atau sebaliknya ia menjadi profesi kotor? Kalau profesi
kotor penuh tipu menipu, mengapa begitu banyak orang yang menekuninya bahkan bangga
dengan itu? Lalu kalau ini profesi kotor betapa mengerikan masyarakat modern ini yang
didominasi oleh kegiatan bisnis ini (Sony Keraf:2000).
Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor turut
mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain faktor organisatoris
manajerial, ilmiah teknologis, dan politik-sosial-kultural, Kompleksitas bisnis itu kegiatan
sosial, bisnis dengan kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan sosial,
bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern itu. Semua
faktor yang membentuk kompleks