EIJI YOSHIKAWA
MUSASHI
thanks to. syauqy_arr@yahoo.co.id
and dimhad.webng.com
1
EIJI YOSHIKAWA
MUSASHI
thanks to. syauqy_arr@yahoo.co.id
and dimhad.webng.com
2
1. Giring-Giring Kecil
Takezo terbaring di antara mayat-mayat itu. Ribuan jumlahnya.
“Dunia sudah gila,” pikirnya samar. “Manusia seperti daun kering, yang hanyut ditiup angin
musim gugur.”
Ia sendiri seperti satu di antara tubuh-tubuh tak bernyawa yang berserakan di sekitarnya. Ia
mencoba mengangkat kepala, tapi hanya dapat mengangkatnya beberapa inci dari tanah. Ia tak
ingat, apakah pernah merasa begitu lemah. “Sudah berapa lama aku di sini?” ia bertanya-tanya.
Lalat-lalat mendengung di sekitar kepalanya. Ia ingin mengusirnya, tapi mengerahkan tenaga
untuk mengangkat tangan pun ia tak sanggup. Tangan itu kaku, hampir-hampir rapuh, seperti
halnya bagian tubuh yang lain. “Tentunya sudah beberapa lama tadi aku pingsan,” pikirnya
sambil menggerak-gerakkan jemarinya satu demi satu. Ia belum begitu sadar bahwa dirinya
sudah terluka. Dua peluru bersarang erat di dalam pahanya.
Awan gelap mengerikan berlayar rendah di langit. Malam sebelumnya, kira-kira antara
tengah malam dan fajar, hujan deras mengguyur daratan Sekigahara. Sekarang ini lewat tengah
hari, tanggal lima belas bulan sembilan tahun 1600. Sekalipun topan telah berlalu, sekali-kali
siraman hujan segar masih menimpa mayat-mayat itu, termasuk wajah Takezo yang tengadah.
Tiap kali hujan menyiram, ia membuka dan menutup mulutnya seperti ikan, mencoba mereguk
titik-titik air itu. “Seperti air yang dipakai mengusap bibir orang sekarat,” kenangnya sambil
melahap setiap titik air yang datang. Kepalanya sudah hilang rasa, sedangkan pikirannya seperti
bayang-bayang igauan yang melintas.
Pihaknya telah kalah. Ia tahu betul itu. Kobayakawa Hideaki, yang dikiranya sekutu, ternyata
diam-diam telah bergabung dengan Tentara Timur. Ketika ia menyerang pasukan Ishida Mitsunari
pada